Jika Kapten Jack Sparow dan Barbarosa memang ada dan masih
hidup, tentu saat ini akan minder dengan bajak laut modern. Kalau dulu bajak laut
hanya membajak kapal nyasar dan mencari harta karun, kini bajak laut, seperti
di perairan Somalia, spesialisasi
membajak kapal tangker dan kapal besar bermuatan komoditi ekspor bernilai
jutaan dolar. Bajak laut di perairan Indonesia tidak kalah canggihnya. Tercatat
kegiatan kriminalitas tingkat tinggi diperairan Indonesia menempati urutan
teratas di dunia, dari mulai penyelundupan senjata, imigran gelap, ilegal
fishing dengan omset trilyunan rupiah, penyelundupan kayu gelondongan, eksplorasi
dan eksploitasi hasil sumber daya alam laut dan tambang dilaut, hingga yang
paling fenomenal adalah aksi pembajakan pulau terluar yang menjadi batas
kedaulatan wilayah NKRI. Prestasi bajak laut tertinggi kelas negara, pulau
sipadan dan Ligitan berhasil di bajak tanpa hambatan dan Indonesia manut saja
tidak berdaya. Konon sang pembajak dengan bangga mengatakan inilah keturunan asli
dari legenda laut Melayu: Hang tuah, hang jebat dan Hang nadim dari malaka.
Gagalnya pemerintah Indonesia mengklaim pulau Sipadan dan
Ligitan berdasarkan putusan Mahkamah Internasional (International Court Of
Justice) No.102 tanggal 17 Desember 2002, seharusnya menyadarkan kita semua
akan kelalaian mengurus negara ini yang telah susah payah direbut dari
penjajah, dipertahankan dengan jiwa dan raga, diplomasi tingkat tinggi dan
seburuk – buruknya sejarah masa lalu, kita masih berdaulat sebagai bangsa bersatu
di jajaran Khatulistiwa dengan label Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persoalan yang lebih mendasar dari sekedar pulau terkecil dan terluar yang
direbut negara tetangga, Harga diri dan integritas bangsa sedang dikoyak –
koyak dan berwujud kain suram karena tidak seriusnya kita menjaga keutuhan
warisan kedaulatan tersebut.
Siapa yang paling bertanggung jawab untuk mengawal keutuhan
kedaulatan bangsa ini? Dan apa bentuk
terbaik dari pengawalan kedaulatan yang dimaksud?
Siapa lagi kalau bukan kita semua, semua unsur bangsa yang
masih cinta dengan tanah dan air Indonesia Raya. Apa bentuk pengawalan terbaik?
Apakah kita harus bergantian ikut jadwal ronda mengitari wilayah perairan dan
perbatasan yang amat luas ini? Kalau kita tanya pemain iklan jamu tolak angin,
bapak Dahlan Iskan, pasti jawabannya: Orang pintar minum tolak angin, kalau
memang pintar tolak angin buruk dan dengarkan lagu Scorpion: Wind of change!
Bentuk pengawalan terbaik saat ini terhadapa isu kedaulatan sekaligus keamanan
wilayah perairan Indonesia adalah dengan melakukan perubahan orientasi
pembangunan, dari konsep daratan menuju maritim. Bahasa Indonesianya: Ayo kita
kembangkan, kita bangun dan kita sejahterakan unsur ketahanan nasional bangsa
ini dengan mengembangkan, membangun dan mensejahterakan wilayah kepulauan dan
perbatasan sekaligus penghuninya, dari Sabang sampai Merauke dari pulau Rote
sampai Mianggas.
Jangan banyak berteori lagi. Kan sudah tahu jika kawasan
perbatasan antar negara merupakan kawasan yang rentan terhadap infiltrasi
idiologi, ekonomi maupun sosial budaya dari unsur asing. Kan sudah tahu kawasan
perbatasan antar negara di Indonesia masih dihadapkan pada problem klasik
seperti rendahnya kualitas SDM, minimnya infrastruktur terutama perhubungan. Kan
juga sudah mengerti jika ketertinggalan dengan negara tetangga berbatasan
secara sosial maupun ekonomi sudah terlihat menjadi ancaman serius kerawanan
yang bersifat politis.
Mewujudkan program Minapolitan harus menjadi skala prioritas
utama pemerintah sebanding dengan urusan keamanan kebutuhan pangan. Dua –
duanya akan bermuara pada urusan ketahanan dan kedaulatan negara. Kata Kakek
saya, pusat urusan manusia itu ada di perut. Makanya kenapa di tengah perut ada
sumbu yang dinamakan tali pusat, puser atau bodong. Kenapa bayi lahir dan hidup
berkaitan dengan tali pusat. Sejahterakan lah dulu rakyat yang lahir dari bumi
pertiwi ini. Semua kandungan isi perut ibu pertiwi memang telah disediakan
untuk anak – anak bangsa, bukan untuk orang lain. Sudah diatur dalan UUD 45.
Jika kekayaan perut bumi dan segala isinya yang dimiliki
oleh bangsa ini harus dibayar mahal oleh rakyatnya sendiri, ini adalah
pengkhianatan terhadap amanah Tuhan dan amanah bangsa. Pantas saja bajak laut
bebas berkeliaran dan mengambil apa yang mereka mau sesukanya, karena sesungguhnya
kita lebih parah memperlakukan bangsa sendiri dari apa yang dilakukan bajak
laut diperairan Indonesia.
Konsultan Kreatif
+ komentar + 2 komentar
bajak laut : di negara maritim
Sumber g jelas nih, keliatan salah pake gambar tuh, cerita INDONESIA kok di gambar pake bendera dr negara mana tuh ��
Posting Komentar